Inspirasi

Selasa, 30 Desember 2008

ORIENTASI PETA

Setiap kali melihat peta, sering sekali kita menemui gambar sebuah panah kecil yang arahnya ke sisi “atas” dari peta itu dan dibubuhi dengan huruf U. Maksudnya adalah untuk menunjukkan bahwa kalau peta itu akan disesuaikan dengan mata angin, dan arah panah tersebut menunjuk ke utara, atau sisi dari pada peta itu adalah “utara”.

Salahkah jika ada orang membuat peta dengan sisi bagian atas tidak menunjuk arah utara? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita mencoba menengok ke belakang, melihat apa yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita.

Ternyata, para cerdik pandai di Timur Tengah zaman dulu tidak mengarahkan peta-peta mereka ke utara, melainkan ke Timur. Karena itulah pula lahir istilah “orientasi” peta. Seperti diketahui, orient artinya timur.

Para pujangga Yunani pun tidak mengarahkan peta-peta mereka ke utara. Peta buatan Ptolomeus malahan berarah ke selatan, atau kebalikan daripada kebiasaan kita sekarang ini.

Arah atau “orientasi” peta seperti itu hanyalah kebiasaan saja, bukan suatu keharusan. Kenyataan, bahwa sering terdapatnya huruf “U” secara khusus pada ujung panah, membenarkan hal itu. Seandainya sisi atas dari sebuah peta “harus selalu arah utara”, tentu tambahan huruf U itu tidak diperlukan.

Seandainya kita membuat sebuah peta, dengan Kutub Utara sebagai pusat, tentu tidak mungkin lagi tepi atas peta itu menjadi “utara”, karena semua tepi menjadi “selatan”. Sebaliknya akan terjadi apabila kita menggambarkan Kutub Selatan. Semua tepi peta menjadi utara.

Di dalam zaman angkutan cepat ini, seseorang harus bisa melihat bagian dari muka bumi ini ataupun gambarnya (baik berupa peta ataupun potret) dengan orientasi yang bagaimana pun.

Seorang pilot yang datang terbang dari Hongkong ke Jakarta misalnya, tidak mungkin bisa melihat letak (lay out) pulau Jawa seperti yang sering dia lihat sewaktu dia bersekolah di Sekolah Dasar, di mana Ujung Kulon terletak di sebelah kirinya dan Ujung Blambangan di sebelah kanannya. Pada waktu dia terbang itu, di sebelah kanannya justru Ujung Kulon.

Pada peta-peta Kadaster, denah bangunan ataupun peta-peta untuk publikasi pada majalah-majalah ilmiah, karena pertimbangan teknis ekonomis sering sekali tidak mungkin peta-peta tersebut digambarkan dengan orientasi “utara ke atas” tersebut.

Sumatera misalnya, kalau harus digambarkan dengan orientasi “utara ke atas”, akan membutuhkan empat lembar kertas, di mana separuh dari muka kertas itu berisi gambar hanya sedikit sekali dan sisanya kosong. Tetapi kalau sedikit “dialihkan” orientasinya, untuk gambar pulau Sumatera dengan skala yang sama, dua lembar kertas saja sudah cukup, sehingga ongkos penyelesaiannya menjadi separoh pula.

Sehubungan dengan itu, mengingat kenyataan-kenyataan (peta Kadaster, denah bangunan dsb.), seyogyanyalah kita membiasakan diri untuk bisa melihat peta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar