Inspirasi

Sabtu, 12 September 2009

Manfaat Pendidikan Sejarah

Oleh : Khairul Huda, S.Pd

Apakah gunanya orang mempelajari sejarah ?
Mengapa orang mempelajari sejarah ?

Pertanyaan di muka merupakan pertanyaan klasik, tetapi selalu mengusik dan menggugah hati manusia dari dahulu hingga saat sekarang ini.
Sejak jaman Sokrates, Herodotos (484 – 425 s.M), dan Thucydides (456 – 396) orang memandang sejarah sebagai teladan kehidupan. Teori ini disebut sebagai the examplar theory of history. Sejarah dapat memberikan nilai atau norma yang dapat dijadikan pedoman bagi kehidupan sehari-hari.

Bagi orang Cina sejarah merupakan cermin kehidupan. Tradisi penulisan sejarah bagi bangsa Cina sudah sangat tua. Raja atau dinasti yang sedang berkuasa berkewajiban untuk menuliskan sejarah raja atau dinasti yang digantikannya. Frasa semacam itu dalam bangsa Romawi kuno diungkapkannya dalam adagium : historia vitae magistra, yang berarti sejarah adalah guru kehidupan. Agar dapat hidup dengan lebih baik orang harus berguru kepada sejarah.

Sejarah adalah akumulasi rekaman pengalaman manusia. Mempelajari sejarah mempelajari segala bentuk puncak pengalaman dan perubahan yang telah dicapai manusia sepanjang abad. Dari sejarah masa lampau manusia memperoleh bekal dan titik pijak untuk membangun sejarah baru. Kehidupan manusia selalu harus berdialog dengan sejarah masa lalu untuk dapat membangun sejarah di masa sekarang, serta memproyeksikan pandangan ke dalam sejarahnya di masa mendatang. Dimensi kesejarahan menuntut manusia untuk selalu melakukan pembaharuan dan berupaya mencapai kemajuan.


Menurut Robert Jones Shafer (1974) manfaat sejarah adalah sebagai berikut:


1.
Memperluas pengalaman-pengalaman manusiawi.

Belajar sejarah sama artinya berdialog dengan masyarakat dan bangsa mana pun dan di saat kapan pun. Dari pengalaman sejarah itu orang dapat menimba pengalaman-pengalaman dalam menghadapi dan memecahkan problem-problem kehidupan dalam segala aspeknya seperti politik, ekonomi, sosial dan budaya. Pada dasarnya problem-problem kehidupan manusia hampir sama, yang berbeda adalah detail dan intensitasnya. Cara mengatasi dan memberikan tanggapan terhadap masalah, baik secara intelektual maupun secara emosional, juga tidak terlalu berbeda. Dengan belajar sejarah, karenanya, sikap dan kepribadian seseorang akan menjadi lebih matang.

2. Dengan belajar sejarah akan memungkinkan seseorang untuk dapat memandang sesuatu secara keseluruhan (to see things whole).


Sejarah menawarkan begitu banyak dan bervariasi (the multiplicity or variety) kondisi dan pengalaman manusia. Tidak ada disiplin ilmu yang mampu menyajikan rekaman pengalaman manusia yang begitu menyeluruh, selain sejarah. Agama, filsafat, dan ilmu-ilmu sosial lainnya memberikan sumbangan yang sama, namun hanya sebatas dan menurut cara ilmu itu sendiri. Dimensi keseluruhan dalam sejarah diharapkan akan mampu membangun keutuhan kepribadian manusia.

3. Sejarah memiliki peranan penting dalam pembentukan identitas dan kepribadian bangsa.

Suatu masyarakat atau bangsa tak mungkin akan mengenal siapa diri mereka dan bagaimana mereka menjadi seperti sekarang ini tanpa mengenal sejarah. Sejarah dengan identitas bangsa memiliki hubungan timbal-balik. Akar sejarah yang dalam dan panjang akan memperkokoh eksistensi dan identitas serta kepribadian suatu bangsa. Bangsa itu, karenanya, akan bangga dan mencintai sejarah dan kebudayaannya.

Nugent dalam bukunya Creative Huistory (1967) menjawab pertanyaan mengapa kita perlu mempelajari sejarah dari dua segi;


1.
How can history help us make a living ? (Bagaimana sejarah itu dapat menolong kita untuk hidup).


2. How can history help us become better person ? (Bagaimana sejarah itu dapat menolong kita menjadi pribadi yang lebih baik). Sejarah sebagai pengalaman manusia memberikan berbagai alternatif untuk memilih begitu banyak cara hidup (a multitude of ways).


Untuk menjawab pertanyaan tersebut Nugent (1967) mengatakan dengan tegas bahwa ’’Know other peoples, know yourself.’’ Setiap orang adalah produk masyarakat dan masyarakat adalah produk masa lampau, ialah produk sejarah. Dengan mempelajari sejarah kita akan mampu menghindari berbagai kesalahan dan kekurangan masyarakat masa lampau untuk kemudian memperbaiki masa depan.

MENGENAL MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI)

Oleh : Khairul Huda, S.Pd

Proses pembelajaran memiliki peranan penting dalam dunia pendidikan yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, serta penerapan konsep diri.

Keberhasilan proses pembelajaran tercermin dalam peningkatan prestasi. Untuk mencapai prestasi, dibutuhkan peran aktif seluruh komponen pendidikan terutama siswa yang berperan sebagai input sekaligus sebagai output, serta guru sebagai fasilitator.

Dalam kegiatan belajar mengajar Pengetahuan Sosial diperlukan diskusi atau kerja kelompok untuk dapat memecahkan masalah. Dengan diskusi, siswa dapat bekerjasama dalam satu kelompok, selanjutnya diharapkan terjalin hubungan yang baik dalam kegiatan belajar, yaitu adanya rasa saling membantu dengan sesama anggota.

Pengertian Pembelajaran.

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dengan sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa dapat berubah ke arah yang lebih baik. Untuk itu dalam pembelajaran guru harus piawai memilih model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan materi pelajaran yang ada.

Pemilihan model dan metode pembelajaran menyangkut strategi dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar kompetensi dasar dan indikator pembelajaran dapat tercapai.

Udin Saripuddin Winataputra dalam Abbas (2000:10) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang dan para pelajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.

Prinsip pembelajaran harus mengacu pada pencapaian ranah tujuan. Ranah tujuan sendiri dibedakan atas ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran ranah tertentu, diperlukan prinsip pembelajaran yang tidak sama, terutama prinsip yang mengatur prosedur dan pendekatan pembelajaran itu sendiri.

Pembelajaran Kooperatif

Anita Lie (2005:19) mengatakan bahwa dalam model pembelajaran kooperatif siswa diarahkan untuk bisa bekerjasama, mengembangkan diri dan bertanggungjawab secara individu, sedangkan Nurhadi (2004:12), mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar guna mencapai tujuan belajar.

Selanjutnya, pengertian pembelajaran kooperatif menurut Saptono (2003:32), adalah merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada pengelompokan siswa dengan berbagai tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam kelompok-kelompok kecil.

Siswa diajarkan keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompok, seperti menjelaskan kepada teman sekelompok, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur, siswa yang pandai membantu yang lebih lemah dan sebagainya.

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri khusus dalam pelaksanaannya, yaitu: (a) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar; (b) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah; (c) bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin yang berbeda; (d) penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Tujuan dalam pembelajaran Kooperatif diarahkan pada hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan sosial.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen atau unsur-unsur yang saling terkait. Unsur-unsur tersebut menurut Abdurahman dan Bintoro (dalam Nurhadi, 2003:60), adalah saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individu, dan keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan, sedangkan unsur-unsur model pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie (2005:31) meliputi saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antaranggota, dan evaluasi proses kelompok.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI)

Model pembelajaran yang menuntut adanya heterogenitas dalam setiap kegiatan kelompok, yaitu Team Assisted Individualization (TAI) yang dikembangkan bersama-sama antara Slavin, Leavy, dan Madden di Universitas John Hopkins.

Selain memprioritaskan kegiatan kooperatif, TAI juga mengetengahkan belajar individu sebagai prioritas kegiatan pembelajaran, atau dengan kata lain model pembelajaran ini mencoba menggabungkan antara belajar kooperatif dengan belajar individu.

Kegiatan belajar dengan model ini dimulai dengan guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok. Biasanya antara 4 – 5 siswa di setiap kelompoknya. Masing-masing siswa memperoleh bahan ajar yang berbeda-beda disesuaikan dengan kemampuan siswa.

Langkah selanjutnya adalah siswa diminta mengerjakan beberapa soal. Tentu saja dengan kualitas yang berbeda pula, sesuai dengan kemampuan siswa. Setelah selesai mengerjakan soal, hasil kerja siswa dalam kelompok dikumpulkan menjadi satu dan dikoreksi silang dengan kelompok lain.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah siswa berkemampuan tinggi harus dikoreksi oleh siswa berkemampuan tinggi juga, demikian sebaliknya. Jika hasil yang diperoleh memenuhi kriteria ketuntasan yang telah ditetapkan, maka siswa tersebut berhak mengikuti tes akhir. Bagi siswa yang belum memenuhi standar, diberikan beberapa soal lagi yang tentu saja harus setara dengan soal sebelumnya sampai akhirnya memperoleh nilai yang diinginkan (http:/nizland.wordpress.com/2007/11/24/team-assisted-individulization-tai).

Menurut Amin Suyitno (2006:9), model pembelajaran TAI (Team Assisted Individualization) termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Dalam model pembelajaran TAI, siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (terdiri dari 4 sampai 5 siswa) yang heterogen dan selanjutnya diikuti dengan pemberian bantuan secara individu bagi siswa yang memerlukanya. Sebelum dibentuk kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerja sama, menghargai pendapat teman lain, dan sebagainya.

Masing-masing anggota dalam kelompok memiliki tugas yang setara karena dalam pembelajaran kooperatif keberhasilan kelompok sangat diperhatikan, maka siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu temannya yang lemah dalam kelompoknya. Siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilanya, sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.

Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen di dalam pelaksanaannya (Amin Suyitno, 2006:10), yaitu: (1) teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4-5 siswa, (2) placement test, yaitu pemberian pre-tes kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu, (3) student creative, yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya, (4) team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkannya, (5) team score and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaiakan tugas, (6) teaching group, yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok, (7) fact test, yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa, dan (8) whole class units yaitu pengulangan pemberian materi/pendalaman soal oleh guru di akhir waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

Karakteristik Model pembelajaran Team Assisted Indiviadualization (TAI) adalah adanya kerja sama antaranggota dalam satu kelompok.

Langkah-langkah TAI

Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran TAI lebih rinci terurai sebagai berikut :

1. Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswa.

2. Guru menjelaskan kepada siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran. Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja sama antarsiswa dalam suatu kelompok.

3. Guru menyiapkan materi bahan ajar yang harus dikerjakan kelompok. Bila terpaksa, guru dapat memanfaatkan LKS yang dimiliki siswa

4. Guru memberikan pre-tes kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan. Pre-tes bisa digantikan dengan nilai rata-rata ulangan harian siswa.

5. Guru menjelaskan materi baru secara singkat

6. Guru membentuk kelompok-kelompok kecil dengan anggota 4-5 siswa pada setiap kelompoknya. Kelompok dibuat heterogen tingkat kepandaiannya dengan mempertimbangkan keharmonisan kerja kelompok

7. Guru menugasi kelompok dengan bahan yang sudah disiapkan. Siswa mengerjakan tugas dari guru.

8. Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya serta hambatan yang dialami anggota kelompok. Jika diperlukan, guru dapat memberikan bantuan secara individual

9. Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota telah memahami materi bahan ajar, dan siap untuk diberi ulangan. Setelah diberi ulangan, guru harus mengumumkan hasilnya dan menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada).

10. Pada saat memberikan tes, tindakan ini merupakan facts test.

11. Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman secara klasikal dengan menekankan strategi pemecahan masalah

12. Guru dapat memberikan tes formatif, sesuai dengan TPK/kompetensi yang ditentukan (Amin Suyitno, 2006:10-11).

Dengan model pembelajaran TAI diharapkan siswa dapat meningkat pikiran kritisnya, kreatif, dan tumbuh rasa sosial yang tinggi. Siswa juga diajari bagaimana bekerjasama dalam satu kelompok, diajari menjadi pendengar yang baik, dapat memberikan penjelasan kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain dan sebagainya. Sehingga siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami permasalahan yang diselesaikan dalam kelompok tersebut.

Setelah membaca tulisan ini, disarankan kepada rekan guru agar mencoba menggunakan model pembelajaran TAI sebagai bentuk variasi pembelajaran untuk memberikan warna baru yang menyegarkan. Selamat mencoba.

DAFTAR PUSTAKA

Amin Suyitno. 2006. Pemilihan Model-model pembelajaran dan Penerapannya di sekolah. Semarang : Universitas Negeri Semarang

Anita Lie. 2005. Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta: Rineka Cipta

Depdiknas Dirjen Dikdasmen. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Pengetahuan Sosial Buku 1. Jakarta: Direktorat PLP

Nurhadi. 2003. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang Press

Aliran Punk

Oleh : Khairul Huda, S.Pd

Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat.

Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh kelompok anak muda yang pada mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi suatu komunitas karena mereka merasa mempunyai satu tujuan dan ideologi yang sama.

Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita bahas adalah kelompok “Punk”. Mendengar kata “Punk”, yang melintas dalam benak kita adalah kelompok dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas dengan anting-anting. Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas sendiri.

“Punk” hanyalah sebuah aliran. Tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya, akan kembali lagi ke masing-masing individu. Motto dari anak-anak “Punk” tersebut adalah, Equality (persamaan hak). Itulah yang membuat banyak remaja tertarik bergabung did alamnya.

“Punk” sendiri lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik “Punk” dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing sehingga mereka mengubah gaya hidup mereka dengan gaya hidup “Punk”..

“Punk” yang berkembang di Indonesia lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan. Dengan gaya hidup yang anarkis yang membuat mereka merasa mendapat kebebasan. Namun kenyataannya gaya hidup “Punk” ternyata membuat masyarakat resah dan sebagian lagi menganggap dari gaya hidup mereka yang mengarah ke barat-baratan.

Sebenarnya, “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri.”

Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang tergantung di saku celana, sepatu boot, kaos hitam, jaket kulit penuh badge atau peniti, serta gelang berbahan kulit dan besi seperti paku yang terdapat di sekelilingnya yang menghiasi pergelangan tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka.

Begitu juga dengan celana jeans super ketat yang dipadukan dengan baju lusuh, membuat image yang buruk terhadap anak “Punk” yang anti sosial.

Anak “Punk”, dalam masyarakat biasanya dianggap sebagai sampah masyarakat. Tetapi yang sebenarnya, mereka sama dengan anak-anak lain yang ingin mencari kebebasan. Dengan gaya busana yang khas, simbol-simbol, dan tatacara hidup yang dicuri dari kelompok-kelompok kebudayaan lain yang lebih mapan, merupakan upaya membangun identitas berdasarkan simbol-simbol.

Gaya “Punk” merupakan hasil dari kebudayaan negara barat yang ternyata telah diterima dan diterapkan dalam kehidupan oleh sebagian anak-anak remaja di Indonesia, dan telah menyebabkan budaya nenek moyang terkikis dengan nilai-nilai yang negatif.

Gaya hidup “Punk” mempunyai sisi negatif dari masyarakat karena tampilan anak “Punk” yang cenderung ‘menyeramkan’ seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, dan bertindak sesuai keinginannya sendiri. Perilaku tersebut mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak “Punk” adalah perusak, karena mereka bergaya mempunyai gaya yang aneh dan seringnya berkumpul di malam hari menimbulkan dugaan bahwa mereka mungkin juga suka mabuk-mabukan, sex bebas dan pengguna narkoba.

Awalnya pembentukan komunitas “Punk” tersebut menganut prinsip dan aturan kebersamaan. Yakni aturan yang dibuat dengan tidak ada satu orang pun yang menjadi pemimpin, karena prinsip mereka adalah kebersamaan atau persamaan hak di antara anggotanya. Dengan kata lain, “Punk” berusaha menyamakan status yang ada sehingga tidak ada yang bisa mengekang mereka.

Sebenarnya anak “Punk” adalah bebas tetapi bertanggung jawab. Artinya mereka juga berani bertanggung jawab secara pribadi atas apa yang telah dilakukannya. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” memang sangat aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak di antara “Punkers” yang mempunyai kepedulian sosial sangat tinggi.

Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”.

Beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas.