Inspirasi

Senin, 27 Februari 2012

Apa Itu Cerpen?

ANALISIS SEPUTAR CERITA PENDEK


MEMAHAMI CERITA PENDEK


CERPEN, sesuai dengan sebutannya, merupakan sebuah karya fiksi berbentuk cerita yang benar-benar pendek. Bukan dalam arti jumlah halaman, atau sedikitnya kalimat yang digunakan untuk merangkai cerita. Lebih daripada itu, sebuah karya fiksi disebut cerita pendek karena IDE UTAMA CERITA yang terkandung di dalamnya memang benar-benar pendek.

Jadi, sebuah cerpen bisa saja menghabiskan puluhan halaman atau bahkan puluhan ribu karakter. Tetapi, ia tetap disebut cerita pendek lantaran kandungan ide utama ceritanya sebenarnya terdiri hanya dari satu fragmen dalam kehidupan tokoh utamanya.

IDE UTAMA CERITA, APA MAKSUDNYA?

Hidup ialah suatu rangkaian yang panjang. Di dalam rangkaian yang panjang itu terdapat banyak episode. Dan dalam setiap episode ada fragmen-fragmen –- suatu kilasan adegan atau peristiwa kecil yang membentuk episode tersebut. Dengan demikian sejarah kita ini terdiri dari fragmen-fragmen yang membentuk episode, lalu episode-episode tersebut membentuk rangkaian kisah kehidupan yang panjang.

Jika ide utama sebuah novel berisi rangkaian hidup yang panjang; jika ide utama sebuah novelet mengandung salah satu episode dalam kehidupan; maka ide utama cerpen berisi kisah dari salah satu fragmen dalam satu episode.

Itulah sebabnya, cerpen merupakan genre yang berbeda dengan novel maupun novelet. Cerpen bukan novel atau novelet yang dipendekkan. Sebuah karya fiksi disebut cerita pendek karena ide utama cerita yang terkandung di dalamnya memang benar-benar pendek.


CERITA PENDEK UNTUK MEDIA MASSA


MENULIS cerita pendek untuk media massa memerlukan teknik dan strategi khusus. Sebab, semua naskah yang dimuat di media massa tentu dimaksudkan untuk dapat dinikmati oleh orang banyak dari berbagai minat dan kepentingan. Itulah sebabnya, ada dua hal yang harus diperhatikan oleh seorang pengarang yang menginginkan agar cerita pendeknya dapat diterima di media massa.

Hal pertama ialah berkaitan dengan ide cerita. Mengingat sifatnya yang umum, media massa hanya dapat menerima karya cerpen yang mengandung ide cerita yang dapat diterima secara umum. Ide cerita yang terlalu khusus tak akan mendapatkan apresiasi yang semestinya. Oleh karenanya, ide cerita harus memiliki muatan yang dapat ditanggapi oleh pembaca umum media massa (cetak maupun elektronik). Pertimbangan ini harus diperhatikan dengan serius, sebab cerpen-cerpen itu nantinya akan dipublikasikan oleh media-media tersebut. Akan sangat bagus jika seorang pengarang selalu menulis cerita pendek dengan ide cerita yang mengandung topik-topik yang sedang menjadi bahan pembicaraan umum.

Hal kedua yang harus diperhatikan ialah karya cerpen di media massa memang tidak memberi ruang untuk berlena dan berkepanjangan dalam penuturan. Realisme yang mendetail tidak dapat dilakukan di dalam cerpen. Karena, pencandraan keadaan yang terinci akan memakan luas halaman sebuah novelet atau novel.

Di dalam karya fiksi berbentuk novel, misalnya, seorang pengarang memiliki kesempatan cukup luas untuk menggali secara mendalam dimensi kehidupan tokoh-tokoh ceritanya. Sedang di dalam cerpen pendalaman dimensi semacam itu akan sulit dilakukan, karena sempitnya ruang yang tersedia. Tetapi bagaimana pun, semua kejadian dan keadaan yang diperlukan dalam pemaparan cerita harus terungkap di dalam cerpen.

Oleh karenanya, masalah dasar bagi pengarang ialah bagaimana di halaman ketik yang terbatas jumlahnya sanggup menayangkan kehidupan yang berdimensi dan membuahkan cerita yang berbobot. Seorang pengarang profesional harus dapat mencapai hal ini melalui teknik “pencandraan realisme yang bersifat sugestif dengan membuat penonjolan-penonjolan tertentu”.

Maksudnya, seorang pengarang harus mengandalkan teknik penuturan dan penyusunan adegan (peristiwa) yang memiliki kekuatan daya saran, daya sugesti, yang dengan penggunaan ruang bercerita yang sempit dapat juga menukik ke dalam tanggapan kemanusiaan yang bernuansa. Yakni, tanggapan tentang kemanusiaan dalam aspek kejiwaan, kemasyarakatan, kerohanian atau filsafat.

Hal ini berbeda, misalnya, dengan cerita anekdot. Yakni, suatu kejadian yang menarik barangkali karena kepelikan alur cerita, tetapi belum menampakkan dimensi kehidupan yang semacam itu. Cerita anekdot belum sanggup mengungkapkan tanggapan kemanusiaan di dalam cerita yang tinggal datar tanpa dimensi.

Mengingat kenyataan itu, seorang pengarang cerita pendek tidak bisa hanya mengandalkan kemampuannya bertutur menyusun bahasa dan berimajinasi. Juga tidak cukup hanya mengandalkan kepintarannya merangkai kisah. Tak bisa tidak, seorang pengarang harus menguasai teknik penulisan cerita pendek secara memadai. Semua itu dimaksudkan untuk mengejar target artistik dan estetika supaya karya cerpen tersebut tidak tinggal datar tanpa dimensi dan turun kualitasnya menjadi sekadar cerita anekdot.


CERPEN SEBAGAI WADAH BERSYARAT


IDE-ide cerita atau kisah-kisah apa saja sesungguhnya bisa dituliskan menjadi cerita pendek. Sebab, pada hakekatnya apa yang disebut cerita pendek hanyalah salah satu dari “bentuk” penulisan. Di samping cerpen, ada banyak “bentuk” tulisan yang lain seperti esei, puisi, dan sebagainya.

Jadi, cerita pendek hanyalah bentuk, hanyalah “wadah” bagi sebuah ide atau kisah. Sedangkan ide cerita atau kisah itu sendiri merupakan isi dari cerpen. Sebagai sebuah wadah, cerpen bisa berisi ide cerita atau kisah apa saja. Dari mulai soal agama, politik, kebudayaan, kesenian, filsafat, psikologi, sosiologi, ekonomi dan lain sebagainya.

Tetapi, sebagai sebuah wadah, cerita pendek memiliki unsur-unsur dan syarat-syarat bentuk tersendiri yang harus dipenuhi dan dipatuhi oleh setiap penulis. Jika penulis tidak mematuhinya, maka karyanya tidak bisa disebut sebagai karya yang berbentuk cerita pendek.

Jadi, ide-ide cerita atau kisah-kisah apa saja bisa dimasukkan ke dalam wadah yang bernama cerita pendek sepanjang penulisnya memenuhi dan mematuhi unsur-unsur dan syarat-syarat pembentuk cerita pendek itu. Dengan demikian, sebuah cerpen sesungguhnya bisa menampung beragam ide dan kisah yang tak terhingga.

*******